Monday, July 31, 2017

Efek Buruk Penggunaan AC

Alat pendingin udara atau AC menjadi andalan masyarakat perkotaan untuk membuat ruangan sejuk dan nyaman. Bahkan hampir sepanjang waktu AC selalu digunakan tanpa peduli dampak buruk apa yang akan didapatkan.

Berikut ini tiga konsekuensi berada di ruangan ber-AC.

Kelelahan

Kurangnya udara segar akibat ditutupnya ventilasi untuk pergantian udara akan membuat seseorang merasa lelah. Apalagi,jika sepanjang siang hingga menuju malam hanya dihabiskan di ruangan ber-AC, dapat melahirkan sick building syndrome. Sindrom tersebut merupakan kondisi seseorang akan terus merasa lelah.

Terkadang, saluran AC pun tidak selalu bersih dan dibersihkan rutin. kemungkinan besar untuk sulit bernafas bisa saja muncul sebab AC akan menjadi tempat berkembang biak bagi patogen seperti jamur, bakteri dan jamur.

Sunday, July 30, 2017

Rental / Sewa Molen / Concrete Mixer

Kami menyewakan Molen / Concrete Mixer 

  • Harga Sewa: Rp. 300.000 / Hari

  • Lokasi Alat: Banda Aceh

  • Nomor Kontak : 0812 1955 8786

  • Email: hendri@duniakontraktor.com

Konsep Pembagian Wilayah Hukum Administrasi, Perdata, dan Pidana di Pengadaan Pemerintah

Oleh Richo Andi Wibowo
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada

Secara konseptual, pembagian wilayah antara hukum administrasi dengan hukum perdata telah jelas. Pada fase awal pengadaan yang lazimnya meliputi, namun tidak terbatas pada, mengundang tender; memberikan penjelasan, menilai proposal masing-masing peserta pengadaan; menentukan pemenang pengadaan dan mengumumkannya (termasuk didalamnya sanggah dan sanggah banding) adalah wilayah hukum administrasi dan tunduk pada asas-asas hukum tersebut, seperti asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

Meskipun demikian, jika peserta tender merasa dirugikan atas keputusan pemenang pengadaan, maka gugatan diajukan ke peradilan umum (dan bukan peradilan administrasi (TUN). Implikasi dari hal ini adalah, dalam memeriksa gugatan kasus pengadaan, peradilan umum tidak hanya menerapkan hukum perdata, namun juga hukum publik termasuk AUPB. Sedikit berbeda dengan sebelumnya, jika kontrak pengadaan sudah ditandatangani, lalu kontrak ini atau performa pelaksanaan kontrak ini dipermasalahkan, maka selain kompetensi peradilannya adalah peradilan umum, hukum yang berlaku adalah hukum kontrak (perdata) secara penuh. Lalu dimana posisi hukum pidana? Secara konseptual, hukum pidana bisa berada difase manapun, baik sebelum terjadinya kontrak, maupun setelah kontrak; sepanjang memenuhi unsur-unsur delik. Namun, hemat penulis, hukum pidana tidak serta merta dapat memasuki wilayah hukum perdata dan HAN, karena adanya perbedaan standar pembuktian. sebagaimana uraian dibawah ini.  

Konsep Perbedaan Standar Pembuktian Hukum Administrasi, Perdata, dan Pidana

Secara konseptual, derajat pembuktian di hukum pidana dikenal dengan istilah “beyond reasonable doubt”, yang jika diterjemahkan secara bebas berarti kesalahan terdakwa “memang meyakinkan”, dan oleh karenanya layak mendapatkan hukuman pidana. Sedangkan, derajat pembuktian dalam hukum perdata dan hukum administrasi, disebut dengan istilah “more likely than not true” atau preponderance of evidence” yang menurut hemat penulis bisa diterjemahkan sebagai “mana yang lebih tampak benar”.

Saturday, July 29, 2017

Harga Perkiraan Sendiri (HPS), antara Mark-Up dan Pelelangan Gagal

Oleh: Hasan Ashari, Widyaiswara Madya Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

Abstraksi

Harga Perkiraan Sendiri adalah perhitungan biaya atas pekerjaan barang/jasa sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggung-jawabkan. Setiap pengadaan harus dibuat HPS kecuali pengadaan yang menggunakan bukti perikatan berbentuk bukti pembayaran, jadi HPS digunakan untuk pengadaan dengan tanda bukti perjanjian berupa kuitansi, SPK, dan surat perjanjian.

HPS dijadikan sebagai data dalam proses evaluasi pengadaan barang dan jasa. Data HPS pada dasarnya adalah perkiraan sehingga harus mencerminkan harga yang mendekati pada kondisi riil saat diadakan pengadaan barang/jasa. Dalam penetapan HPS, tidak ada patokan standar faktor keuntungan wajar yang diperkenankan untuk ditambahkan dalam rincian harga.oleh karena itu, penetapan HPS tidak bisa dijadikan dasar dalam penghitungan kerugian negara, apabila dalam pelaksanaan kontrak terjadi unsur kerugian negara.

Kata Kunci : HPS, Harga pasar, Mark Up, PPK

Pendahuluan

Dalam proses pengadaan barang dan jasa,salah satu tahapan yang krusial adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Penyusunan HPS akan menentukan proses penawaran oleh penyedia barang dan jasa. Apabila HPS ditetapkan lebih mahal dari harga wajar maka akan menimbulkan potensi adanya kerugian negara, akan tetapi apabila ditetapkan lebih rendah dari harga wajar berpotensi untuk terjadinya lelang gagal karena tidak ada penyedia barang yang berminat.

Kolusi Dalam Pengadaan Barang

Pada dasarnya, penggelembungan harga kontrak hanya dapat dilakukan dengan berkolusi di antara pihak-pihak yang terkait dalam pengadaan barang. Untuk menguak kolusi ini diperlukan strategi audit yang sistematik. Tanpa prosedur yang sistematik, sangat sulit mengungkap adanya kolusi. Hal ini dapat terjadi karena semua pihak terkait memeroleh keuntungan sehingga semua pihak akan menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya. 

Kolusi yang paling sederhana dilakukan hanya oleh kalangan calon penyedia barang. Dalam hal ini para calon penyedia barang berkolusi dengan membuat kesepakatan tentang harga yang akan ditawarkan ke proyek. Harga terendah yang disepakati oleh para calon penyedia barang adalah yang dapat menyerap sebesar mungkin pagu anggaran. Sekalipun dalam kenyataannya kolusi juga melibatkan berbagai pihak intern instansi pemerintah. Hal ini dapat terjadi pada era berlakuknya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang Pemerintah belum memfungsikan harga perkiraan sendiri (HPS) sebagai dasar untuk menggugurkan penawaran harga. Lampiran I Keppres Nomor 80 Tahun 2003 butir C. 3. 6). a) menetapkan bahwa HPS tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran. 

Dengan berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Pemerintah, kolusi dilakukan secara lebih luas dengan melibatkan pihak intern instansi penguasa proyek pengadaan barang. Melalui Perpres ini, HPS difungsikan sebagai batas tertinggi harga penawaran. Harga penawaran yang lebih tinggi daripada HPS dinyatakan gugur. Dengan adanya ketentuan tersebut kolusi dilakukan dengan melibatkan penyusun HPS untuk menetapkan HPS setinggi-tingginya untuk dapat menyerap pagu anggaran secara maksimal.

Friday, July 28, 2017

Umat Islamnya Dipinggirkan, Uangnya Digunakan

Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyesalkan sikap Anggito Abimayu yang menyatakan siap untuk melaksanakan instruksi Presiden Jokowi untuk menggunakan dana haji untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Anggito yang kini menjadi anggota Badan Pengelola Keuangan Haji seperti menanggung beban masa lalu untuk bisa berkata lain, selain daripada "siap" melaksanakan intruksi Presiden. Dana haji yang terdiri atas setoran calon jemaah dan dana abadi umat itu yang sekarang berjumlah 95 trilyun lebih dan akan meningkat menjadi 100 trilyun awal tahun depan, diinstruksikan Presiden Jokowi agar 80 trilyunnya digunakan membiayai pembangunan infrastruktur.

Walaupun Jokowi menyebutkan dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang kecil risikonya, namun semua itu tetaplah harus dianggap sebagai pinjaman Pemerintah kepada umat Islam.

Jika sebegitu besar dana yang digunakan membiayai infrastruktur, risiko bisa saja terjadi, sehingga bisa saja Pemerintah suatu ketika gagal memberangkatkan jemaah haji. Padahal umat Islam ada yang telah menjual tanah, sawah dan ladang untuk membiayai perjalanan haji mereka.

Pakar IPB: Tidak Ada Istilah Pengoplosan Beras

Sejumlah pakar dari Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor menemukan sejumlah kekeliruan pada penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Unggul di Bekasi beberapa waktu lalu. Kekeliruan beberapa istilah yang digunakan pihak terkait membuat kasus dugaan pengoplosan beras itu simpang-siur di tengah masyarakat.

Beberapa istilah yang dianggap keliru menurut para pakar seperti penyebutan beras kualitas premium dan varietas IR64. Menurut Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Sugiyanta tidak ada istilah pengoplosan beras yang diatur oleh undang-undang dan peraturan turunannya.

"Pencampuran beras tidak diatur, yang diatur adalah mutu beras yang sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia)," kata Sugiyanta seusai diskusi bersama para pakar terkait di Kampus IPB Baranangsiang Kota Bogor, beberapa waktu lalu. Ciri-ciri beras premium itu menurutnya diatur dalam SNI 61,28.