Monday, July 27, 2020

Sembilan Komponen Biaya Penerapan SMKK Harus Ada Dalam DKH

Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) yang disingkat SMKK adalah bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dalam rangka menjamin terwujudnya Keselamatan Konstruksi. Biaya Penerapan SMKK adalah biaya SMKK yang diperlukan untuk menerapkan SMKK dalam setiap Pekerjaan Konstruksi. Komponen/Item pekerjaan penerapan SMKK dimasukkan dalam Daftar Kuantitas dan Harga dengan besaran biaya sesuai dengan kebutuhan.

Dalam Daftar Kuantitas dan Harga (DKH) yang ada dalam Dokumen Pemilihan, kita sering menjumpai biaya penerapan SMKK hanya berupa Biaya K3 saja dengan satuan Ls. 

Pertanyaannya, Apakah boleh PPK hanya mencantumkan Biaya K3 dengan satuan Ls dalam DKH, tanpa mencantumkan rincian biaya penerapan SMKK?

Dalam Lampiran III PM PUPR No. 14 Tahun 2020 disebutkan, perkiraan biaya penerapan SMKK memuat paling sedikit:
a. penyiapan RKK;
b. sosialisasi, promosi, dan pelatihan;
c. Alat Pelindung Kerja dan Alat Pelindung Diri;
d. asuransi dan perizinan;
e. Personel Keselamatan Konstruksi;
f. fasilitas sarana, prasarana, dan alat kesehatan;
g. rambu-rambu yang diperlukan;
h. konsultasi dengan ahli terkait Keselamatan Konstruksi, dan
i. kegiatan dan peralatan terkait dengan pengendalian Risiko Keselamatan Konstruksi.
Konsultasi dengan ahli terkait Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada huruf h tidak diharuskan bagi Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi kecil.

Selanjutnya dalam Pakta Komitmen Keselamatan Konstruksi disebutkan bahwa penyedia berkomitmen melaksanakan konstruksi berkeselamatan demi terciptanya Zero Accident, dengan memastikan bahwa seluruh pelaksanaan konstruksi memenuhi 9 (sembilan) komponen biaya penerapan SMKK.

Berdasarkan ketentuan diatas maka perkiraan biaya penerapan SMKK dalam DKH harus mencantumkan ke sembilan komponen biaya penerapan SMKK, kecuali untuk Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi kecil yang boleh delapan komponen saja. Dalam hal ini, PPK tidak boleh hanya mencantumkan Biaya K3 dengan satuan Ls saja.

Demikian, semoga bermanfaat.

Tulisan terkait:






3 comments:

  1. Ini pemikiran sendiri atau hasil koordinasi dengan Kementerian PUPR?

    Ada baiknya dikoordinasikan terlebih dahulu dengan kementerian teknis terkait.

    Bagi yang mengerti terjemahan asli dari maksud PM 14 /2020 sih paham kalo tulisan di atas hanyalah ikhtiar pribadi penulis, tapi bagi yang awam, kemudian menelan mentah mentah tulisan tersebut kemudian dijadikan acuan, akan sangat berbahaya.

    Sah sah saja penulis berpendapat demikian, sebagai bagian yang memperkaya khasanah diskusi pengadaan khususnya pekerjaan konstruksi, hanya saja jika ini terjemahan pribadi penulis, elok nya diberikan keterangan bahwa tulisan di atas adalah pandangan penulis, dan bisa jadi bertentangan dengan maksud sebenarnya dari PM 14 /2020.

    Salam Pengadaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semua pembaca pasti bisa memahami isi tulisan tersebut. Ketentuannya sudah sangat jelas saya tulis. Setelah ketentuan yg mendasari baru masuk pemahaman penulis terhadap ketentuan tsb.

      Yg pasti, PPK tidak akan salah jika mengikuti ketentuan yg saya tulis karena dasarnya sangat2 jelas. Satu hal lagi, jika PPK tidak mau mengikuti ketentuan yg sudah sangat jelas berarti PPK ingin membuka ruang perdebatan. Penyedia yg tidak setuju bisa saja membawa perdebatan tsb sampai ke pengadilan.

      Delete
    2. Menurut Dokumen pemilihan, memang HARUS mencantumkan 9 komponen biaya penerapan K3. Ini dikarenakan penyedia pada dasaenya tidak tahu isi dari HPS yg telah disuaun PPK. Terjemahan asli Dokumen pemilihan pun secara lusas bahwa dalam menyusun DKH, biaya penerapan RKK memuat paling sesikit 9 komponen. Ini tidak boleh diterjemahkan lain lagi. Jadi 9 komponen biaya HARUS dimasukkan dalam daftar keluaran harga LS item pekerjaan K3. Persoalan ada item yg diberi nilai 0 rupiah, itu terserah penyedia tapi harus menyebut ke 9 komponen.

      Delete