Sunday, September 01, 2019

Batasan Tindakan Dalam Hukum Administrasi Pemerintahan Dan Perbuatan Dalam Hukum Perdata Oleh Pemerintah

(Oleh: Muhammad Adiguna Bimasakti. SH[1])

Pertanyaan yang paling mendasar mengenai tindakan pemerintahan (bestuur handelingen) adalah mengenai batasan ranah hukum atas tindakan pemerintahan. Kapankah dapat dikatakan pemerintah melakukan tindakan dalam hukum administrasi dan kapan ia dikatakan melakukan tindakan dalam hukum keperdataan (rechtshandeling naar burgerlijk recht). Hal ini berkaitan dengan tindakan pemerintahan tersebut tunduk kepada ranah hukum yang mana, serta kompetensi absolut peradilan yang berwenang mengadili sengketanya. Penulis dalam hal ini mencoba untuk melihatnya dari segi hak serta kewenangan, dan pembagian tindakan administrasi secara doktrinal.

1. Pemisahan Segi Hak Keperdataan (Recht) Dan Segi Kewenangan (Bevogheid) Pemerintahan

Berdasarkan teori hukum yang berkembang saat ini, dapat dibedakan antara “wewenang” sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum publik, serta “hak” sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum perdata. Hadjon membaginya menjadi “kewenangan” dan “kecakapan” (bekwaamheid)[2] sedangkan penulis lebih suka melihatnya sebagai pendekatan “hak” bukan “kecakapan”. Kewenangan diperoleh berdasarkan peraturan-peraturan di dalam hukum publik. Penyebutannya pun spesifik sebagai suatu kewenangan tertentu yang diberikan untuk badan/pejabat pemerintahan tertentu. Sedangkan hak diperoleh berdasarkan peraturan-peraturan di dalam hukum keperdataan. Penyebutannya pun spesifik sebagai suatu hak tertentu yang diberikan untuk subjek hukum tertentu.

Kewenangan (bevogheid) diberikan dalam rangka menjalankan tugas-tugas pemerintahan (bestuurzorg) untuk kepentingan pelayanan administrasi pemerintahan. Sedangkan hak (recht) diberikan dalam rangka menikmati kebendaan atau menikmati hal keperdataan tertentu. Oleh karena itu jelas dalam hal ini ketika pemerintah bertindak dalam rangka mempertahankan hak-haknya maka ia tunduk pada hukum keperdataan dan menjadi subjek pada hukum perdata. Namun jika ia bertindak atas nama kewenangan maka ia tunduk pada hukum publik dan menjadi subjek pada hukum administrasi.

Menurut indroharto, ketika pemerintah sedang mempertahankan hak-haknya maka ia sedang berlaku sebagai badan hukum perdata, bukan lagi sebagai badan hukum publik. Sebagai contoh, dalam hukum pertanahan ia dapat memiliki hak atas tanah seperti hak pengelolaan (hpl – videpasal 67 ayat (1) peraturan menteri agraria no. 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan jo. Pasal 2 undang-undang pengaturan pokok agraria no. 5 tahun 1960). 

Berikut penjelasan dari indroharto mengenai status badan pemerintah sebagai badan hukum publik sekaligus sebagai badan hukum perdata:

Dalam kenyataan sehari-hari kita lihat bahwa pemerintahan umum itu terdiri dari berbagai macam organisasi dan instansi-instansi, yang kebanyakan organisasi-organisasi demikian itu selain memiliki wewenang pemerintahan menurut hukum publik juga memiliki kemandirian menurut hukum perdata (dual function), seperti badan-badan teritorial : negara, propinsi, kabupaten dan sebagainya. Akibat dari kedudukannya sebagai badan hukum perdata tersebut adalah:

1.     Ia dapat memiliki hak-hak keperdataan;
2.     Ia dapat menjadi pihak dalam proses perdata.[3]

Oleh karenanya dapat disimpulkan badan pemerintahan dapat menjadi badan hukum perdata dan melakukan tindakan hukum perdata ketika mendudukkan dirinya sebagai pihak yang melindungi hak keperdataannya.

2. Segi Tindakan Pemerintahan (Bestuur Handelingen)

Tindakan pemerintahan dapat dibagi menjadi dua bentuk yakni tindakan faktual (feitelijk handelingen) dan tindakan hukum (rechtshandelingen). Berikut adalah pembagiannya:
  1. Feitelijk handelingen (biasa disebut tindakan material[4], atau tindakan faktual / perbuatan konkret –vide pasal 1 angka 8 jo. Pasal 87 uu administrasi pemerintahan). Tindakan faktual (feitelijk handelingen) akan selalu bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja; dan
  2. Rechtshandelingen (tindakan hukum). Tindakan hukum (rechtshandelingen) inilah yang secara teori memiliki implikasi hukum secara administrasi. Tindakan hukum (rechtsandelingen) ini ada yang bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja, dan ada yang bersegi dua (tweezijdige atau meerzijdige).
Tindakan hukum pemerintahan (rechtshandelingen) dapat dibagi menjadi :
  1. Tindakan hukum administrasi pemerintahan bersegi satu (eenzijdige publiekrechtelijk handelingen);
  2. Tindakan hukum administrasi pemerintahan bersegi dua (tweezijdige atau meerzijdige publiekrechtelijk handelingen).
Sedangkan tindakan faktual (feitelijk handelingen) akan selalu bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja. Skema tindakan pemerintahan dapat dilihat dalam gambar berikut:


Gambar skema tindakan pemerintahan[5]


Feitelijk handelingen (tindakan faktual)

Tindakan faktual (istilah yang akan digunakan seterusnya) merupakan tindakan nyata atau fisik yang dilakukan oleh pemerintahan. Tindakan ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktif saja namun juga perbuatan pasif. Yang dimaksud perbuatan pasif dalam hal ini adalah pendiaman akan sesuatu hal. Contoh dari perbuatan aktif dari tindakan faktual adalah pembangunan gedung pemerintahan. Sedangkan contoh pendiaman / perbuatan pasif adalah membiarkan jalan rusak. Untuk tindakan faktual yang bersifat aktif ia biasanya selalu didahului oleh penetapan tertulis, sedangkan untuk perbuatan pasif tidak. Tindakan faktual (feitelijk handelingen) akan selalu bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja. Oleh karenanya segala jenis feitelijk handelingen masuk ke dalam ranah hukum publik.

Rechtshandelingen (tindakan hukum)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tindakan hukum ini ada yang bersegi satu (eenzijdige) dan ada yang bersegi dua (tweezijdigeatau banyak meerzijdige). Indroharto menyatakan bahwa bestuur handelingen atau tindakan administrasi pemerintahan haruslah selalu bersifat sepihak dan bersegi satu[6] oleh karena yang masuk ke dalam ranah hukum administrasi (tun) hanya tindakan hukum sepihak dan bersegi satu. Sedangkan tindakan hukum yang bersegi dua maka masuk ke dalam perbuatan hukum perdata (atau campuran publik-perdata).

Tindakan hukum bersegi satu (eenzijdige publiek rechtshandelingen)

Sesuai dengan tugas administrasi yakni “mengatur” dan “mengurus”, maka bentuk dari tindakan administrasi pemerintahan dapat berupa pengaturan (regeling, pseudo-wetgeving), atau keputusan/penetapan (beschikking, plan). Setidaknya dalam terminologi administrasi kontemporer kedua istilah inilah yang sering dibahas. Sebetulnya secara umum, terminologi keputusan dalam doktrin administrasi klasik dapat diartikan sebagai besluit atau beslissing (keputusan dalam arti luas).

Konsep besluit ini dalam terminologi hukum administrasi di indonesia pernah digunakan untuk keputusan termasuk keputusan presiden. Dahulu semua produk norma baik berbentuk regeling (pengaturan) maupun beschikking (penetapan) yang dibuat presiden adalah berbentuk “keputusan presiden” / keppres (sebagai besluit). Namun di masa sekarang terminologi keppres ini sudah disempitkan menjadi bentuk beschikking(keputusan/penetapan) saja, sedangkan untuk yang berbentuk peraturan disebut dengan “peraturan presiden” (perpres). Selain bentuk regeling (atau regering besluit) dan beschikking, adapula bentuk lainnya seperti pseudo wetgeving (perundangan semu -salah satunya adalah beleidsregel), concrete normgeving (norma jabaran), dan plan (rencana). Kesemuanya akan tunduk pada kaidah hukum publik karena secara karakteristik sepihak dan bersegi satu (eenzijdige).

Tindakan hukum bersegi dua (tweezijdige publiek rechtshandelingen)

Tindakan bersegi dua ini adalah tindakan yang dibuat oleh pemerintah tidak sepihak, artinya melibatkan pihak lain. Contoh konkret dari tindakan ini adalah kontrak antara pemerintah dengan pihak swasta (warga masyarakat). Tindakan hukum bersegi dua inilah yang tunduk dan masuk ke dalam ranah pengaturan hukum keperdataan yang tunduk pula pada asas kebebasan berkontrak (contract vrijheid). Bentuk-bentuk kontrak pemerintah ini antara lain[7]:
  • Kontrak biasa;
  • Kontrak adhesi atau kontrak standar (dengan klausula baku);
  • Kontrak mengenai wewenang yakni pemerintah mengadakan perjanjian untuk melimpahkan pelaksanaan tugas pemerintahan kepada pihak lain;
  • Kontrak mengenai kebijaksanaan pemerintah (beleidsovereenkomst) yakni pemerintah memperjanjikan kewenangan diskresionernya (freies ermessen) kepada pihak lain.
  • Kontrak pemerintah dengan swasta yang lainnya.
3. Kompetensi Absolut Mengadili Gugatan Atas Tindakan Pemerintah (Bestuur Handelingen)

Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa pembedaan pengaturan ranah hukum untuk tiap-tiap tindakan pemerintah ini juga berpengaruh kepada kompetensi peradilan untuk mengadili gugatan terhadap tindakan-tindakan pemerintah. Apabila tindakan itu lebih condong kepada karakter atau sifat hukum keperdataan maka ia akan menjadi kompetensi absolut peradilan umum. Sedangkan apabila tindakan itu lebih condong kepada karakter atau sifat hukum administrasi maka ia akan menjadi kompetensi absolut peradilan tata usaha negara. Hal ini dapat dicermati melalui ketentuan dalam undang-undang administrasi pemerintahan, pada pasal 1 angka 18 jo. Pasal 85 ayat (1) dan (2):

Pasal 1
Pengadilan adalah pengadilan tata usaha negara.

Pasal 85
(1) Pengajuan gugatan sengketa administrasi pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum tetapi belum diperiksa, dengan berlakunya undang-undang ini dialihkan dan diselesaikan oleh pengadilan.
(2) Pengajuan gugatan sengketa administrasi pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum dan sudah diperiksa, dengan berlakunya undang-undang ini tetap diselesaikan dan diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum.

Bahwa menurut ketentuan tersebut sengketa administrasi pemerintahan merupakan ranah kewenangan/kompetensi absolut dari peradilan tun. Pasal 1 angka 18 di atas membatasi bahwa segala sengketa administrasi pemerintahan diadili ptun.

Saat ini masih banyak sengketa-sengketa yang berdasarkan fundamentum petendi nya berkarakter sengketa administrasi namun diadili di peradilan umum dengan alasan tidak dapat diadili di ptun karena terhalang oleh pembatasan kewenangan ptun dalam uu peratun (uu no. 5 tahun 1986 jo. Uu no. 9 tahun 2004 jo. Uu no. 51 tahun 2009). Di antara sengketa-sengketa administrasi yang sampai saat ini masih ditangani oleh peradilan umum adalah onrechtmatig overheidsdaad (perbuatan melawan hukum oleh pemerintah) dan citizen lawsuit (gugatan warga negara)[8]. Oleh karena itu diharapkan di masa depan pembatasan mengenai tindakan pemerintah dalam hukum administrasi dan dalam hukum perdata dari ini juga diiringi dengan konsistensi kompetensi absolut peradilan umum dan peradilan tun dalam mengadili jenis sengketa.

[1] Penulis adalah calon hakim peradilan tata usaha negara pada PTUN Banjarmasin yang saat ini sedang menjalani magang pada PTUN Makassar.
[2] Philipus M. Hadjon, et.,al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2008, hlm. 135.
[3] Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara: Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004, hlm. 44.
[4] Safri Nugraha, et.al., Hukum Administrasi Negara, Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, hlm. 85.
[5] Diolah dari pendapat Van Wijk Dan Konijnenbelt (1984) sebagaimana digambarkan oleh Indroharto (op.cit. Hlm. 145) dan Hadjon et. Al. (loc. Cit.hlm. 311).
[6] Lebih lengkap lihat: Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004, hlm 147.
[7] Diolah dari Indroharto, Ibid. Hlm. 111-137.
[8] Penulis sedang menerbitkan buku mengenai Pergeseran Kompetensi Absolut Dan Hukum Acara Gugatan Ood Di Peratun yang akan terbit dalam waktu dekat. Terkait dengan citizen lawsuit penulis pernah membuat artikel yang telah dipublikasikan oleh ptun banjarmasin di laman: http://www.ptun-banjarmasin.go.id/artikel/anomali-kompetensi-absolut-atas-gugatan-citizen-lawsuit-dalam-hukum-acara-indonesia.html

No comments:

Post a Comment