Selama ini penyelesaian permasalahan lelang umumnya mentok sampai tahap sanggahan dan biasanya semua sanggahan akan dijawab oleh Pokja ULP meskipun jawaban mereka banyak ngawurnya. Setelah sanggahan dijawab meskipun jawabannya ngawur, pastinya lelang akan terus berlanjut. Sementara rekanan pada umumnya terpaksa menerima karena tidak tahu lagi jalan apa yang mesti ditempuh. Untuk sanggah banding, hal itu agak berat dilakukan karena harus ada jaminan sanggah banding yang nilainya lumayan besar. Selain itu, pada pelelangan dengan e-procurment, ketentuan tentang sanggah banding sudah ditiadakan.
Pilihan lain setelah sanggahan, biasanya dilakukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Itupun sering gagal karena keputusan Pokja ULP tentang penetapan pemenang, sifatnya belum final. Keputusan tsb bisa saja dianulir oleh PA jika PPK tidak sependapat dengan Pokja ULP. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, keputusan tata usaha negara yang dapat digugat hanya keputusan yang bersifat final.
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah, permasalahan tender sudah menemukan jalan penyelesaian. Penyedia barang/jasa yang dirugikan dalam proses lelang dapat melakukan sanggahan, selanjutnya bisa dilakukan upaya administrasi banding. Pasal 75 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah menyebutkan: