Oleh SHIDARTA
(Januari 2015)
Tulisan ini adalah cuplikan dari
bagian makalah yang pernah penulis bawakan dalam sebuah konferensi
internasional yang diorganisasikan oleh Stikubank, 29-30 Agustus 2013. Pada
kesempatan itu penulis membawakan topik berjudul “The Breakthrough
Doctrine of Interpretation in Environmental Tortlaw in Addressing the
Trans-boundary Legal Problems”. Pada kerangka teoretis di artikel tersebut
terdapat satu ulasan tentang perbuatan melawan hukum. Oleh karena ulasan ini
sebenarnya cukup general, kiranya menarik jika diangkat kembali untuk menjadi
bacaan ringan bagi pembaca situs ini.
Perbuatan melawan hukum, baik
perdata (onrechtmatige daad) maupun pidana (wederrechtelijke daad) adalah dua
konsep penting dalam wacana ilmu hukum (baca juga uraian serupa tentang bagian ini
dalam Shidarta, 2010: 65-84). Secara umum, terutama jika mengikuti arus besar (mainstream)
pemikiran hukum di Indonesia, kedua konsep ini mengalami divergensi dalam arah
pemafsirannya. Perbuatan melawan hukum perdata mengarah kepada pemaknaan yang
meluas (ekstensif), yakni dengan mengartikan hukum tidak sama dengan
undang-undang (wet). Jadi, onrechtmatig dibedakan pengertiannya
dengan onwetmatig. Momentum historis dari perluasan ini terjadi setelah
putusan Hoge Raad der Nederlanden tanggal 31 Januari 1919, yaitu
dalam kasus kasus Lindenbaum versus Cohen. Lain halnya dengan perbuatan melawan
hukum dalam lapangan pidana yang justru mengarah ke pemaknaan yang menyempit
(restriktif), yakni lebih mengarah kepada sifat melawan hukum formal (formele
wederrechtelijkheid). Apa yang disebut hukum lazimnya mengacu pada ketentuan
norma positif dalam sistem perundang-undangan pidana yang telah ada, tertulis,
dan berlaku sebelum perbuatan dilakukan. Pelanggaran terhadap syarat ini
merupakan pelanggaran serius terhadap asas legalitas. Jika terjadi divergensi
dalam kedua lapangan hukum itu, lalu bagaimana halnya dengan perbuatan melawan
hukum di dalam lapangan hukum lingkungan? Hal ini menarik untuk ditanyakan
karena ranah hukum lingkungan tidak sepenuhnya dapat dimasukkan ke dalam
kriteria hukum perdata dan hukum pidana. Dengan mengutip Drupsteen, Koesnadi
Hardjasoemantri (1999: 38) mengatakan hukum lingkungan (millieurecht) adalah
hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijk millieu) dalam arti
seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang
lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian, hukum lingkungan merupakan
instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan
lingkungan dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian
besar terdiri dari hukum pemerintahan (bestuursrecht). Dalam tulisan ini,
perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum lingkungan itu diberi nomenklatur
“perbuatan melawan hukum lingkungan”.